Namanya Aura. Dia sahabatku.
Seorang sahabat yang cantik, berkharisma, dan penuh dengan pesona. Sahabatku
itu punya sejuta keajaiban, dia bisa membuat jutaan pria jatuh cinta padanya meski
hanya sedetik terdiam dalam pandangan.
Banyak
yang memuji Aura. Di setiap sudut di berbagai tempat yang pernah kami singgahi,
gadis manis itu selalu membuat setiap pria tak mau pergi. Gadis cantik itu
menyimpan sebuah ikatan perhatian yang mampu meraih segala tatapan dan pandang.
Berbeda
dengan aku. Aku hanyalah seorang gadis yang bahkan jarang yang mengenali aku. Kulitku
tak seputih kulit Aura. Rambutku tak selembut rambut Aura. Pipiku tidak menghasilkan
lesung ketika tersenyum, sangat berbeda dengan Aura yang kecantikannya sudah amat
sempurna.
Dan
kali ini, aku akan menceritakan kisahku yang…
***
Lagi.
Setiap pagi dibalik tiang koridor. Aku menunggu seseorang. Arka, seorang adik kelas
dengan senyum yang biasa tetapi bisa membuatku terhipnotis dengan segala kekaguman
yang luar biasa.
Aura
selalu menemani aku. Dia selalu duduk di sampingku. Dengan bawel, dia selalu berkata;
‘Apa sih yang kamu suka dari dia? Dia enggak cakep tau!”
Dan
biasanya aku hanya tertawa kecil ketika mendengar pertanyaan tersebut. Aura tak
pernah tahu, sebetapa dalam aku terkagum dan jatuh cinta pada Arka.
“Itu
Arka!” bisik Aura ketika sosok yang kami tunggu akhirnya tiba.
Arka
berjalan dari ujung koridor. Sebuah senyum selalu muncul tanpa sadar di bibirku
ketika aku melihatnya. Padahal, Arka tak pernah menyadari akan adanya aku,
fisik yang nyata yang diam-diam mengagumi dan jatuh cinta padanya.
Arka.
Nama
itu selalu terngiang dalam benakku, dalam setiap doaku, dan dalam setiap
kedipan mataku.
***
“Ana!
Aku satu ekskul tau sama Arka!” seru Aura di depan pintu kelasku. Aku
menghampirinya dengan wajah cemberut. Jelas, aku iri.
“Sialan.
Harusnya aku!”
Aura
tertawa melecehkan. “Pertanda nggak jodoh tuh!”
Aku
langsung uring-uringan sementara Aura tertawa terbahak-bahak sebagai tanggapan.
Dan
sejak saat itulah, kisahku dimulai…
***
Satu
ekskul dengan Arka membuat Aura mengenalnya. Mereka berdua selalu bekerja sama.
Tetapi, Aura memang sahabat yang baik. Tak lupa ia mengenalkan aku kepada Arka.
Sejak
saat perkenalan terjadi, Arka jadi sering menyapaku dengan senyumnya ketika tak
sengaja berpapasan denganku. Aku sangat bahagia. Akhirnya, raga yang seperti
dewa itu menyadari adanya aku, sang pemimpi yang ingin terus bersamanya padahal
tak pantas.
Harapanku
melambung tinggi ketika akhirnya Arka mengirimkan sebuah pesan pendek berisi
sapaan kepadaku. Hampir setiap malam kami berkirim pesan. Sejak saat itu, aku
dan Arka jadi semakin dekat. Pria itu mampu melambungkan aku tinggi-tinggi dan
mempertahankan aku agar tetap berada di atas awan.
Kalau
sudah begini, aku makin jatuh cinta pada Arka. Hati ini sudah sangat yakin,
Arka adalah calon pemiliknya. Ya, aku telah menyerahkan seluruh rasaku kepada
Arka, kepada sang dewa.
Aura
benar-benar seorang sahabat sejati. Gadis itu mendukung hubungan kami yang
sebenarnya masih belum resmi. Kalimat-kalimat dukungan dari Aura kepadaku
tentang kedekatanku dengan Arka membuatku semakin melambung tinggi. Amat sangat
tinggi.
Rasa
jatuh cinta membebaskan aku dari keterpurukan. Dan akhirnya aku sadar, bahwa
Arka-lah yang akan menjaga hatiku agar tetap berada di atas awan dan merasa
bebas. Aku sangat menyayangi Arka.
***
Hingga
pada suatu hari, aku yang sedang menuruni tangga sendirian dan bertujuan
menghampiri Aura yang kelasnya berada di lantai bawah mendengar suara-suara
dari gudang bawah tangga.
Aku
curiga. Perlahan-lahan dengan langkah yang sama sekali tak mengeluarkan nada,
aku menghampiri sumber suara.
Ternyata
pintu gudang bawah tangga tidak terkunci. Ada
sedikit celah yang menyisakan ruang agar aku bisa melihat siapa yang berada di
dalam sana .
Aku
langsung mengerutkan kening. Arka dan Aura berada di sana . Berdua. Arka sedang menggenggam pundak
Aura sementara Aura sendiri malah menangis. Aku mengangkat alis.
“Tapi,
Ana temanku. Dia sahabatku.”
Arka
menatap Aura dalam-dalam.
“Aku
tau, Ra. Cuma, aku nggak bisa nahan lagi. Aku sayangnya sama kamu, bukan sama
Ana.”
Seketika
tubuhku membeku. Arus listrik dengan kekuatan sejuta volt serasa menyengat
seluruh tubuhku. Dunia di sekitarku terasa runtuh. Aku tak dapat melihat
apa-apa selain melihat Arka yang sedang mengusap air mata Aura dengan lembut.
“Aku
tau kamu juga sayang sama aku. Aku tau, Ra. Kamu nggak usah ngorbanin perasaan
kamu.”
Tangis
Aura kembali pecah.
Arka
memeluknya erat, kemudian mengecup kening Aura dengan lembut.
“Aku
sayang sama kamu, Ra.”
“Tapi,
Ka…”
“Udahlah,
katanya Ana sahabat kamu. Harusnya, dia ngerti dong gimana kamu, gimana
kebahagiaan kamu, dia pasti paham sama kita berdua kok.”
“Tapi
dia juga sayang sama kamu.”
“Aku
lebih milih kamu. Aku lebih milih sayang sama kamu.”
Aura
hanya terdiam, tetapi masih menangis. Arka membelai lembut rambutnya dengan
cinta. Aku merasa ada sesuatu yang menggores jantungku dengan tusukan yang amat
sangat dalam.
“Kamu
mau kan , Ra?
Nerima aku jadi pacar kamu? Aku sayang sama kamu, sayang banget.”
Aura
masih saja terdiam dan menangis dalam pelukan Arka.
“Ra?”
panggil Arka sekali lagi.
Aura
melepaskan tubuhnya dari pelukan Arka. Ia menatap pria itu dalam-dalam.
“Kamu
yakin, Ana mau ngerti?”
“Yakin.
Tapi, kamu mau kan
nerima aku jadi pacar kamu? Aku tahu kamu sayang sama aku, jadi kamu nggak
perlu nolak lagi.”
Aura
tersenyum.
“Kamu
udah tau aku juga sayang banget sama kamu, kenapa kamu masih nanya?”
Arka
tersenyum lucu. Sekali lagi, ia mencium kening Aura dengan lembut.
Aku
terdiam dengan bibir yang masih bisu. Aku tak mampu menahan air mataku, hingga
akhirnya pelupuk mata tak sanggup menahan banjir yang berasal dari air mata.
Aku menangis tanpa suara.
“Kalau
gitu, kita keluar yuk? Sumpek banget di sini.”
Aura
tersenyum, kemudian mengangguk.
Melihat
mereka mendekat ke pintu, rasanya aku ingin segera menjauh pergi. Tetapi
langkahku tak mau beranjak. Aku terpaku di sana , terdiam, hingga akhirnya melihat betapa
terkejutnya ekspresi Arka dan Aura yang melihatku berada di depan pintu.
Aura
menelan ludah.
“Ana?”
Barulah
aku bisa berlari. Aku berlari menjauhi Arka dan Aura dengan sejuta rasa sedih
dan hancur yang menyelimuti hatiku. Aku merasa remuk, aku merasa terhina ketika
tau bahwa aku telah dibuang dan dihempaskan. Aku menangis di salah satu bilik
kamar mandi. Aku menangis sejadinya.
***
Beberapa
bulan kemudian, aku mendengar bahwa Arka dan Aura putus hubungan. Harusnya, aku
senang dan bahagia kan ?
Tetapi, hatiku berkata lain. Aku jadi ikut sedih.
Pulang
sekolah, kuputuskan untuk menghampiri Aura di kelasnya. Ternyata, gadis itu
masih berada di sana .
Menangis sendirian.
Aku
menghentikan langkah. Harusnya aku senang bukan, melihat orang yang pernah
menghancurkan segala perasaanku gantian tersakiti? Tetapi tidak! Aku
sahabatnya, aku berlari menghampiri Aura dan kemudian memeluknya erat.
“Udah,
cowok banyak, Ra! Kamu cantik, kamu bisa dengan mudah bikin orang lain sayang
sama kamu!” kataku menghibur.
“Maafin
aku, Na! Maafin aku! Aku kena karma!” Aura masih menangis.
“Enggak,
Ra! Enggak! Aku nggak pernah mengharapkan kamu kena karma, aku sahabat kamu,
aku selalu doain yang terbaik buat kamu dan Arka.”
“Aku
sayang Arka, Na! Aku sayang Arka!”
“Kalau
kamu sayang, bilang sama orangnya.”
“Aku
nggak enak sama kamu, Na.”
“Aku
nggak apa-apa. Aku udah rela kok.”
Aura
menatapku dengan tatapan memastikan. Aku tersenyum lembut. Kuusap air matanya.
Gadis dihadapanku itu, meski habis menangis tetap terlihat manis.
“Bilang,
Ra sama Arka. Bilang yang sejujurnya. Aku rela, aku mau sahabatku bahagia. Aku bakal
terus buka pintu persahabatan kita. Karena, sahabat yang baik adalah sahabat
yang mau menerima apapun yang telah sahabatnya lakukan.”
Aura
tersenyum. Ia memelukku. Menangis lagi. Kami menangis bersamaan. Akhirnya, rasa
tegang di antara kami yang terjadi selama beberapa bulan cair juga melalui
sebuah pelukan persahabatan.
***
Aku
melambaikan tangan melihat Aura yang sedang duduk di boncengan motor Arka. Dia
tampak sangat bahagia. Aku tersenyum. Akhirnya, mereka memilih untuk kembali;
kembali merajut kasih dan melewati segala hal yang akhirnya akan menghasilkan
sebuah kenangan indah hingga (semoga) sampai selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar