Mungkin
mereka memang menganggapku aneh. Mungkin mereka menganggap aku ini gila. Mereka
berkata bahwa aku adalah seorang remaja yang tak berpikir rasional. Mereka
berkata bahwa aku adalah seorang remaja yang berasal dari dunia antah-berantah
yang akhirnya keluar dan hidup melalui khayalan dan imajinasi.
Aku
berbeda dari remaja yang biasanya. Mereka bicara soal cinta, aku bicara soal
mimpi. Mereka seringkali menangis karena rindu tak berbalas, aku selalu
tertawa. Apapun yang terjadi. Mereka memandang segalanya harus dihadapi, tetapi
aku memandang segalanya harus dijalani. Mereka hidup bersama dunia mereka yang
penuh realita, sementara aku melewatinya dengan khayalan dan pikiran yang
selalu melayang dan mereka anggap tak pernah nyata.
Remaja-remaja
sepertiku suka nongkrong di mall,
discotic, restoran-restoran mahal, distro, toko pakaian kelas luar negeri,
sementara aku? Aku lebih suka duduk di atas batu karang sambil menatap ombak
yang menghempasnya dengan suara yang merdu. Pantai.
Aku
tak pernah merasakan arti jatuh cinta. Aku tak pernah merasakan apa yang mereka
katakan padaku. Soal pacar, soal hati, soal mantan… aku tak pernah mengerti.
Hingga
suatu saat aku menemukan sebuah film. Perahu Kertas. Tentang dongeng, tentang
imajinasi, tentang mimpi, tentang cinta… Hal terakhirlah yang membuatku semakin
lama semakin tak mengerti. Rumit.
Semua
adegan yang Kuggy alami adalah sama denganku. Semuanya aku. Kuggy yang dianggap
gila adalah aku. Kuggy yang dianggap aneh adalah aku.
Tetapi,
Kuggy yang sedang mencari pelabuhan hatinya yang pasrah bagaikan perahu kertas
yang pasrah kemanapun laut membawanya pergi… aku perlu berpikir dua kali.
Begitu
film selesai, aku menghembuskan nafas panjang. Aku menatap malam di luar sana . Apa ada yang salah
padaku? Kenapa aku tak pernah merasakan apa yang namanya cinta? Bukankah cinta
omong kosong? Bukankah cinta hanya mimpi?
Aku
terdiam. Ribuan pertanyaan menggantung di dalam benakku. Malam semakin larut.
Satu pertanyaan lagi. Apakah aku akan menemukan pelabuhan hatiku?
***
Hingga akhirnya aku bertemu
dengan dia, seorang pria bernama Tonny yang membawaku masuk ke dalam dunia
gilanya. Sejak bertemu dengan Tonny, bisikan-bisikan, desas-desus,
ucapan-ucapan soal kegilaanku jadi bertambah banyak. Mereka mengira bahwa aku
menularkan penyakit ‘anehku’ pada pria itu.
Kami
melewatkan waktu bersama. Kami berbagi mimpi bersama. Hobby kami? Sama. Tonny sering
mengajakku ke pantai. Ia sering menyelipkan rambutku yang terurai di sela-sela
telingaku dan menyuruhku mendengarkan suara ombak yang sedang ‘bernyanyi’.
Tonny bilang, nyanyian paling indah adalah nyanyian yang dilontarkan oleh laut
dan karang, sementara hembusan angin pantai adalah pengiring musiknya, dan
matahari yang bersinar terik adalah penonton yang sedang bersorak penuh
dukungan.
Tonny,
Tonny. Kau sangat korslet.
Dia sering
mengajakku ke rumahnya. Tonny mengajakku bermimpi, Tonny mengajakku
berandai-andai. Ia memahat otakku dengan segala imajinasi yang sangat amat gila.
Kami
melewati segalanya bersama. Mereka bilang, kami pacaran. Aku tak tahu apa itu pacaran.
Kamu bisa menjelaskan apa arti pacaran?
Semakin
lama aku mengenalnya, aku rasa ada sesuatu yang berbeda. Aku merasa nyawaku
bertambah dua tiap berada di sisinya. Aku selalu bersemangat, asalkan ada dia.
Aku dan Tonny bagaikan punya ikatan. Aku sadar, kami bersinkronisasi. Kami
punya koneksi. Karena ‘koneksi’ itulah, perasaan kami sangat kuat. Aku bisa
merasakan apa yang dia rasakan, dia bisa merasakan apa yang aku rasakan.
Neptunus, apakah ini cinta? Apakah aku telah
menemukan tambatan hati?
Mereka
bilang wajah mirip tandanya jodoh. Dan ternyata mereka bilang, wajah kami mirip,
amat sangat mirip. Berarti kami berjodoh, sangat amat berjodoh.
Kau dengar
itu, Tonny? Mereka bilang kita jodoh!
Kala itu aku
sakit, aku sakit keras. Penyakit jantung turunan ini memang sialan, ia serasa
tak dapat membuatku bergerak. Tetapi Tonny bilang, ia merasakan apa yang aku
rasakan. Tiap mataku terpejam, ia selalu datang padaku. Tonny bilang, dia takut
kehilangan aku.
Nus, aku pasrah. Aku pasrah kemana pun
lautmu membawa hatiku berlabuh. Sama seperti perahu kertas, yang selalu
berpasrah ketika kularung.
***
Tonny
membawaku ke rumah sakit. Dokter bilang, sakitku tambah keras. Umurku tak akan
lama lagi. Bisa sebulan lagi, bisa seminggu lagi, bisa sehari lagi, bisa satu
jam lagi, bisa saja satu detik lagi.
Aku
takut. Tetapi Tonny selalu memelukku, ia mengencangkan bahuku. Ia membawaku
menuju alam fantasi, alam yang penuh keindahan tanpa kematian. Tonny selalu
takut ketika melihat mataku terpejam. Dia selalu membangunkan aku. Dia takut
aku tak dapat membuka mata lagi, dia takut aku tak dapat bernafas lagi, dia
takut jantungku tidak berdegup lagi, hingga akhirnya jiwa ini mati.
Tetapi
tidak untuk besok, Tonny. Aku terpaksa memejamkan mataku. Malaikat maut itu
sudah berdiri dengan jubah hitamnya di sana ,
tangannya terulur, kemudian menggandengku menuju sebuah cahaya putih yang
bersinar sangat terang.
P.S: Catatan ini aku buat sebelum malaikat ini menjemputku. Firasat ini
adalah alasan kenapa aku membuatnya. Aku menatapmu yang tidur lelap di sisiku. Ketika
kau bangun nanti, jangan menangis. Aku sudah menyusul dunia fantasi yang indah
tanpa kematian.
***
[Tonny]
Aku
membaca catatanmu dengan hati yang terasa remuk. Aku ingin membangunkanmu
seperti malam-malam sebelumnya. Aku ingin berteriak memanggilmu, tetapi kau
telah tidur di bawah tumpukan pasir yang menimbun tubuhmu dan batu nisan yang
berdiri tegak menghias makammu.
Kau
bukan tambatan hatiku, Tania. Maaf bilang ini.
Kau
sudah lupa padaku rupanya. Kau tidak ingat bahwa dulu kita satu rahim? Kau tidak
merasa mengenali aku? Dua puluh tahun kita tak bertemu setelah orang tua kita
bercerai, kau tetap tak dapat mengingat aku? Kita satu ibu! Kita kembar!
Aku
bukan pelabuhanmu, Tania. Maafkan aku.
Tetapi
tenanglah di alam sana .
Tenanglah di dunia fantasimu. Bahagialah dengan imajinasimu yang seolah-olah
mati. Aku menyayangi kamu. Sangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar