Hai, malam ini
kita berjumpa lagi. Aku masih di sini, aku masih mempercayakan segala
kebebasanku padamu melalui imajinasiku.
Nus, malam ini
aku tak tahan lagi. Aku rindu padanya. Radarku tak dapat menyampaikan rasa ini
pada dia. Terlalu besar beban yang aku sampaikan. Lagipula, beban rindu itu
juga pastinya tak akan berbalas. Seperti biasa.
Apa dia
membenciku, Nus? Apa dia tak sudi peduli padaku?
Aku
menyayanginya, Nus. Aku menyayanginya setiap waktu, tidak hanya ketika aku
membutuhkannya. Entah mengapa radar ini tak pernah tenang, radar ini selalu membuatku
memikirkannya. Padahal, belum tentu hatiku berlabuh padanya.
Rindu ini
sudah tak dapat bertahan lagi. Aku memang belum melarungkan perahuku malam ini,
tetapi bolehkan aku meminta bantuanmu?
Sampaikan rasa
sayangku padanya, Nus. Dengan kata-kata indahmu, sampaikan bahwa aku tak dapat
berdiri saat ini. Aku butuh seseorang yang mampu menopang tubuhku; dia.
Berdosakah
aku, Nus? Salah apa aku hingga dia tak pernah peduli pada penantianku? Apakah
aku pantas menyayanginya? Menyentuhnya saja mungkin tidak. Aku bagaikan kutub
merindukan hangat; mustahil bila terjadi.
Ini surat kedua-ku, Nus.
Sampai jumpa
di suratku berikutnya.
l
Tidak ada komentar:
Posting Komentar