Minggu, 04 Agustus 2013

Dear Neptunus, haruskah aku berhenti atau bertahan?

Dear Neptunus,
            Hai, aku agen barumu.
            Dengan seluruh imajinasiku, aku percayakan kebebasanku padamu.
            Hari ini aku ingin berbagi rasaku, Nus. Maaf kalau aku menyakiti hatimu, tetapi aku rasa aku tak lagi membutuhkan radar ini. Aku sudah tahu apa jawaban atas pertanyaan hatiku. Aku sudah tahu maksud radarku ini. Mungkin, hatiku memang tak akan pernah berlabuh.
            Nus, aku sangat menyayanginya. Apa yang kurang dari rasaku? Aku capek, Nus. Aku capek selalu berada di titik yang sama; menunggu. Seseorang tidak selamanya ingin bertahan di dalam titik yang sama. Aku pun begitu. Tetapi, kenapa aku tetap tidak berpindah? Mengapa aku masih bertahan pada titik yang selama ini aku pijak? Aku tak tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tak akan pernah bisa bersamanya.
            Apakah waktu yang kugunakan untuk menantinya masih kurang lama? Apakah rinduku yang tak berbalas masih terhitung jumlahnya? Apakah dia ingin aku mengucapkan rasa sayang ribuan kali hingga tak terhingga?
            Bantu aku memilih jawaban, Nus. Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku bertahan untuk menantinya ataukah berhenti di tengah jalan?
            Neptunus yang baik, masih dengan segala imajinasi yang kularungkan menuju lautmu, sampaikan rasa rinduku padanya, tetapi jangan masukkan tangisku dalam rindu itu. Aku tak ingin dia tahu bahwa aku sedang menangis, aku hanya ingin dia tahu bahwa aku merindukannya malam ini. Sangat, sangat, sangat merindukan dan menyayanginya.
            Hibur aku, Nus.
            Ini suratku yang pertama kali. Sampai jumpa di suratku yang berikutnya.



L

Tidak ada komentar:

Posting Komentar